1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri
a. Gerontologi :
Geros=lanjut usia
Logos=ilmu
Geros=lanjut usia
Logos=ilmu
Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.
* Gerontologi menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua.
* Gerontologi Nursing menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia.
* Gerontologi menurut Miller, 1990 = Cabang ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia.
* Gerontologi menurut Pergeri
Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik, psikologi, dan ekonomi.
b. Geriatri :
Geros=lanjut usila
Eatrie=kesehatan/medical
Geros=lanjut usila
Eatrie=kesehatan/medical
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.
Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and ageing people.
* Geriatri adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian, jelas bahwa objek geriatrik adalah manusia lanjut usia.
* Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek klinis, preventif dan terapeutik bagi klien lanjut usia.
* Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan kekurangannya pada lanjut usia.
Geriatri Nursing adalah spesialis perawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.
1.2 Tujuan Gerontologi dan Geriatri
a. Tujuan Gerontologi
- Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan proses penuaan.
- Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
- Mempertahankan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik jasmani, rohani maupun sosial secara optimal.
- Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
- Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
- Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
- Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
- Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.
b. Tujuan Geriatri
- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tinggiya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
- Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).
1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
* Lansia menurut Setianto, 2004 = Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas.
* Lansia menurut Pudjiastuti, 2003
Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
* Lansia menurut Hawari, 2001
Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
* Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987
Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
* Lansia menurut BKKBN, 1995
Individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi.
b. Batasan Umur Lanjut Usia
* Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
* Menurut World Health Organization (WHO)
- . Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
- . Lanjut Usia (ederly) : 60-74 tahun
- . Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun
- . Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun
* Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian sbb:
1) Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun
2) Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
3) Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
4) Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia
1) Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun
2) Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
3) Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
4) Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia
* Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
1) Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun
2) Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun
3) Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun
1) Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun
2) Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun
3) Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun
* Menurut Biren dan Jamer, 1997
1) Usia Biologis usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup, tidak mati.
2) Usia Psikologis usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3) Usia Sosial usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
1) Usia Biologis usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup, tidak mati.
2) Usia Psikologis usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3) Usia Sosial usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
* Menurut Smith and Smith, 1990
1) Young old : 65-74 tahun
2) Middle old : 75-84 tahun
3) Old-old : lebih dari 85 tahun
1) Young old : 65-74 tahun
2) Middle old : 75-84 tahun
3) Old-old : lebih dari 85 tahun
1.4 Proses Menua
a. Pengertian
* Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
* Proses Menua Menurut Deskripansi
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok.
b. Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000
- Perubahan Fisik
1. Sel
• Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
• Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.
• Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati juga ikut berkurang.
• Jumlah sel otak akan menurun.
• Mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.
2. Sistem Persarafan
• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003).
• Hubungan persarafan cepat menurun.
• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan stres.
• Mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).
• Membran timpani atropi.
• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.
• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
4. Sistem Penglihatan
• Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
• Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).
• Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
• Meningkatnya ambang.
• Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
• Hilangnya daya akomodasi.
• Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.
5. Sistem Kardiovaskular
• Elastisitas dinding aorta menurun.
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
• Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
• Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi.
• Tekanan darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
• Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun.
• Keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Pernapasan
• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktifitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas menurun.
• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mm Hg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.
8. Sistem Gastrointestinal
• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan
• Esofagus melebar.
• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.
• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi menurun.
• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.
• Serta berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, protein uria biasanya +1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga +75% dari besar normalnya.
10. Sistem Endokrin
• Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron.
11. Sistem Integumen
• Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
• Permukaan kulit kasar dan bersisik.
• Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.
• Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
• Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
• Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
• Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
• Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
• Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12. Sistem Muskuloskeletal
• Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin rapuh.
• Kifosis.
• Persendian membesar dan menjadi kuku.
• Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
• Atropi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
- Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
o Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan
2. Kenangan ( Memory)
o Kenangan jangka panjang berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan
o Kenangan jangka pendek atau seketika 0-10 menit, kenangan buruk
3. IQ (Intellegentia Quantion)
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
- Perubahan Psikososial
• PENSIUN
- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain:
- Kehilangan finansial (income berkurang)
- Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
- Kehilangan teman/kenalan atau relasi
- Kehilangan pekerjaan kegiatan.
- Beberapa kondisi faktual di kalangan para pensiunan di Indonesia, disarikan dari Kontjoro 2002 dalam Dharmodjo, 1985 adalah sbb:
1. Penurunan kondisi kesehatan ternyata tidak disebabkan secara langsung oleh pensiunan, melainkan oleh problematika kesehatan yang telah dialami sebelumnya.
2. Tidak jarang masa pensiun malahan dapat meningkatkan kesehatan, misalnya saja akibat berkurangnya beban tekanan hidup yang harus dihadapi.
3. Kalangan masyarakat mulai memandang masa pensiun sebagai masa yang berkesan dan menarik.
4. Pada masa pensiun, kemungkinan untuk bersantai berkurang, karena waktu yang ada cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
5. Kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi pensiun.
6. Akan ada banyak waktu dan kesempatan bersama keluarga pasangan.
7. Penempatan ke rumah jompo, meninggalnya pasangan, mengidap penyakit serius, serta adanya cacat biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang drastis pada mereka yang pensiun.
o Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awarness of mortality)
o Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
o Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depriviation) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya pengobatan.
o Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
o Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
o Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
o Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga.
o Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
- Perkembangan Spiritual
- Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,1979)
- Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970)
- Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978, Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
ASUHAN KEPERAWATAN GOUT
A. Pengertian Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkn karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal. Gout mungkin primer atau sekunder.
Pirai atau gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia).
- Gout primer
Merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau akibat penurunan ekresi asam urat
- Gout sekunder
Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekresi asam urat yang bekurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
C. Etiologi GOUT
Gout disebabkan oleh adanya kelainan metabolik dalam pembentukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal yang menyebakan hyperuricemia.
Hyperuricemia pada penyakit ini disebabakan oleh :
- Pembentukan asam urat yang berlebih.
• Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
• Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana penyakit lain, seperti leukemia.
2. Kurang asam urat melalui ginjal.
• Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distal ginjal yang sehat. Penyabab tidak diketahui
• Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik
Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan.
1. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
3. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom.
4. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma.
5. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.
Secara klinis ditandai dengan adanya arthritis, tofi, dan batu ginjal. Yang penting diketahui bahwa asam urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit adalah terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga, siku, lutut, dorsum pedis
Pada telinga misalnya, karena permukaannya yang lebar dan tipis serta mudah tertiup angin, kristal-kristal tersebut mudah mengendap dan menjadi tofi. Demikian pula di dorsum pedis, kalkaneus, da sebagainya karena sering tertekan oleh sepatu. Tofi itu sendiri terdiri dari kristal-kristal urat yang dikelilingi leh benda-benda asing yang meradang, termasuk sel-sel raksasa.
Serangan sering kali tejadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya pasien tmpak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun karena rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mandapatkan serangan adalah pangkal ibu jari kaki senelah dalam disebut pedogra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan dan nyeri sekali bila dipegang. Rasa nyeri berlangsung bberapa hari sampai satu minggu, lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit, tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan meanifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut :
- mikrotofi, dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
- nefrolitiasis karena endapan asam urat
- pielonefritis kronis
- tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi
tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah, tanpa adanya riwayat gout, yaitu disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uratnya karena menjadi faktor resiko dikemudian hari dan kemungkinan terbentuknya batu urat di ginjal.
Fase akut
Biasanya timbul tiba-tiba, tanda-tanda awitan serangan gout adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Kulit diatasnya mengkilat dengan reaksi sistemik berupa demam, menggigil, malaise dan sakit kepala. Yang paling sering terserang mula-mula adalah ibu jari kaki (sendi metatarsofalangeal) tapi sendi lainnya juga dapat terserang. Serangan ini cenderung sembuh spontan dalam waktu 10-14 hari meskipun tanpa terapi.
Fase kronis
Timbul dalam jangka waktu beberapa tahun dan ditandai dengan rasa nyeri, kaku, dan pegal. Akidat adanya kristal-kristal urat maka terjadi peradangan kronik. Sendi yang bengkak akibai gout kronik sering besar dan berbentuk noduler. Tanda yang mungkin muncul :
- Tampak deformitas dan tofus subkutan.
- Terjadi pemimbunan kristal urat pada sendi-sendi dan juga pada ginjal.
- Terjadi uremi akibat penimbunan urat pada ginjal
- Mikroskofik tanpak kristal-kristal urat disekitar daerah nekrosisi.
F. Faktor yang berperan
- Diet tinggi purin, karen asam urat dibentuk dari purin.
- Kelaparan dan intake etil alkohol yang berlebih.
- Penggunaan obat diuritik, anti hipertensi , salisilat dosis rendah.
G. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan serangan akut
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan pasien dengan serangan akut artritis gout. Yang pertama bahwa pengobatan serangan akut dengan atau tanpa hiperurisemia tidak berbeda. Juga diperhatikan agar penurunan kadar asam urat serum tidak dilakukan trgesa-gesa kareba penurunan secara mendadak seringkali mencetuskan serangan lain atau mepersulit penyembuhan.
Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain
1. Kolkisin, merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan artritis gout maupun pencegahannya dengan dosis yang rendah. Efek samping yang sering ditemui diantaranya sakit perut, diare, mual, atau muntah-muntah. Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap kristal urat dengan menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5-0,6 mg per jam sampai nyeri, mual atau iare hilang. Kemudian obat dihentikan, biasanya pada dosis 4-6 mg, maksimal 8mg. Kontraondikasi pemberian oral jika terdapat inflammatory bowe disease. Dapat diberikn intravena pada pasien yang tidak dapat menelan dengan dosis 2-3 mg/hari, maksimal 4mg. Hati-hati karena potensi toksisitas berat. Kontraindikasinya pada pasien dengan gangguan ginjal atau hati. Dosis profilaksis 0,5-1 mg/hari. Hasil dari obat ini sangat baik bila diberikan segera setelah serangan.
2. OAINS
semua jenis OAINS dapat diberikan, yang pailing sering digunakan adalah endometasin. Dosis endometasin25-50mg setiap jam, diteruskan ampai gejala menghilang (5-10 hari). Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan fungsi ginjal, dan riwayat alergi terhadap OAINS. Kolkisin OAINS tidak dapat mencegah akumulasi asam urat, sehingga tofi, batu ginjal, dan artritis gout mebahun yang destruktif dapat terjadi setelah beberapa tahun.
3. Kortikosteroid
Untuk pasien yang tidak dapat memakai OAINS oral, jika sendi yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat efektif, contohnya triamsinolon 10-4- mg intraartikular. Untuk gout poliartikular, dapat diberikan secara intravena (metil prednisolon 40mg/hari, tapering off 7 hari) atau oral (prednisolon 40-60 mg/hari, tapering off 7 hari). Mengingat kemungkinan terjadi artritis gout bersamaan dengan artritis septik, maka harus dilakukan aspirasi sendi dan sediaan apus gram dari cairan sendi sebelum diberikan kortikosteroid
4. Analgesik, diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan diberikan aspirin karena dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan memperberat hiperurisemia.
5. Tirah baring, merupakan suatu keharusan dan dan diteruskan sampai 24 jam setelah serangan menghilang. Artritis gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak
B. Penatalaksanaan periode antara
Bertujuan mengurangi endapan urat dalam jaringan dan menurunkan frekuensi serta keparahan serangan
1. Diet, dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk, serta diet rendah purin. Hindari alkohol dan makanan tinggi purin termasuk roti manis. Perbanyak minum. Pengeluaran urin 2 liter/hari atau lebih akan membantu pengeluaran asam urat dan mengurangi pembentukan endapan di saluran kemih.
2. Hindari obat obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti tiazid, diuretik, aspirin dan asam nikotinat yang menghambat ekskrsi asam urat dar ginjal
3.Kolkisin secara teratur diindikasikan untuk
- Mencegah serangan gout yang akan datang. Obat ibi tidak mempengaruhi tingginya kadar asam urat namun menurunkan frekuensi terjadinya serangan
- Menekan serangan akut yang dapat terjadi akibat perubahan mendadak dari kadar asam urat serum dalam pemakaianobat urikosurik atau alopurinal
4. Penurunan kadar asam urat serum
a. Obat urikosurik, bekerja menghambat reabsorbsi tubulus terhadap asam urat yang telah difiltasi dan mengurangi penyimpanannya, mencegah pembentukan tofi yang baru dan mengurangi ukurn yang telah terbentuk.
Pilihan obatnya :
a) Probenesid, dosis awal 0,5 g/hari ditingkatkan secara bertahap mnjadi 1-2 g/hari. Obat ini berkompetisi menghambat reabsorbsi urat oleh ginjal. Efek samping mual, muntah, dan reaksi hipersensitif
b) Sulfinipirazon, dosis awal 100mg/hari, peningkatan bertahap 200-400 mg/hari. Efek samping mual, muntah, dan dapat timbul ulkus peptik
c) Bensbromaron, merupakan kelompok baru. Obat ini menghambat penyerapan kembali asam urat pada bagian proksimal tubulus renalis
d) Azapropazon, juga memiliki efek antiinflamasi.
b. Inhibitor xantin oksidase atau alopurinol, bekerja menurunkan produksi asam urat dan meningkatkan pembentukan xantin serta hipoxantin denagn cara menghambat enzim xantin oksidase. Efek smping paling sering adalah pencetus serangan gout akut. Kontraindikasi hanya untuk pasien dengan riwayat hipersensitifitas dengan gejala rush pruritus. Pada pasie hipersensitif ini dapat terjadi nekrolisis epidermal toksik yang fatal.
PROGNOSIS
Tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat berlangsung berhari-hari, bahka beberapa minggu. Periode asimtomatik akan memendek apabila penyakit menjadi progresif. Semakin muda pasien pada saat mulai penyakit, maka semakin besar kemungkinan menjadi progresif.
KRITERIA DIAGNOSTIK
- Kristal urat dalam cairan sendi
- Tofus yang mengandung kristal
- Enam dari kriteria dibawah ini :
- lebih dari satu kali serangan artritis akut
- inflamasi maksimal pada hari pertama
- artritis monoartikuler
- kemerahan sekitar sendi
- nyeri atau bengkak metatasofalangel I
- serangan unilateral pada sendi metatasofalangeal I
- serangan unilateral pada sendi tarsal
- dugaan adanya tofus
- hiperurikemia
- pembengkakan asimetri sebuah sendi pada foto rontgen
- kista subkortikal tanpa erosi pada foto rontgen
- kultur mikroorganisme cairan sendi selama serangan inflamasi sendi negatif
II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama.
Nyeri pada daerah persendian.
c. Riwayat kesehatan.
Riwayat adanya faktor resiko :
- Peningkatan kadar asam urat serum.
- Riwayat keluarga positif.
B. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajin fungsi muskuluskletal dapat menunjukan :
- Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.
- Tofu dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna.
- Laporan episode serangan gout.
C. Pemeriksaan diagnostik.
- Kadar asam urat serum meningkat.
- Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
- Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.
- Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis.
- Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi.
D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri behubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder tehadap gout ditandai dengan pasien mengunkapkan ketidak nyamanan, merintih, melindungi sisi yang sakit, meringis.
Kreteria evaluasi : nyeri berkurang
Intervensi :
1. Pantau kadar asam urat serum.
2. Berikan istirahat dengan kaki ditnggikan.
3. Berikan kantung es atau panas basah.
4. Berikan analgesik yang diprogramkan.
5. Berikan obat anti gout yang diresepkan dan evaluasi keefektifannya.
6. Instruksikan pasien untuk minim2-3 liter cairan setiap hari dan meningkatkan masukn makanan pembuat alkalis seperti susu, buah sitrun dan daging.
2. Resiko tinggi terhadap perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, dan rencana tindakan, koping tidak efektif pada kondisi kronis, ditandai dengan pasien mengungkapkan ketidak pahaman dan meminta informasi.
Kreteria evaluasi : mengunkapakan pemahaman tentang instruksi perawatan diri dan rencana perawatan dan pengobatan.
Intervensi :
1. Berikan informasi tentang kondisi, proses penyakit dan rencana pengobatan.
2. Ajarkan pasien apa yang harus dilakukan selama serangan, instruksi meliputi :
- Mengistirahatkan sendi yang nyeri.
- Tinggikan eksrtemitas dan berikan kantung es atau panas basah.
- Hindarkan aktivitas yang meningkatkan ketidak nyamanan.
3. Ajarkn pasien bagaimana mengontrol serangan gout, instruksi harus meliputi :
- Menghidarkan faktor pencetus.
- Mengunakan obat anti gout sesuai resep.
Diagnosa keperawatan lain yang mungkin muncul.
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan, sendi benkok, deformitas.
2. Resiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
3. Ganguan aktivitas sehari-hari berhubungandengan terbatasnya gerakan sekunder akibat nyeri pada persendian.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta:Media aesculapius
Brunner & suddath. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2001
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998
Long, Barbara C. Keperawatan Medikal Bedah 3. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung. 1996
Price, Sylvia Anderson. Patologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. EGC. 1990
Soeparman. Waspadji, Sarwono. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1998
Staf Pengajar Bagian Patologik Akademik. Patologi. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. 1994